A. KODE
ETIK
Profesi Kode adalah tanda-tanda atau
simbol-simbol yang berupa kata-kata, tulisan atau benda yang disepakati untuk
maksud-maksud tertentu, misalnya untuk menjamin suatu berita, keputusan atau
suatu kesepakatan suatu organisasi. Kode juga dapat berarti kumpulan peraturan
yang sistematis. Kode etik yaitu norma atau azas yang diterima oleh suatu
kelompok tertentu sebagai landasan tingkah laku sehari-hari di masyarakat
maupun di tempat kerja.
Menurut UU NO. 8 (POKOK-POKOK
KEPEGAWAIAN) Kode etik profesi adalah pedoman sikap, tingkah laku dan perbuatan
dalam melaksanakan tugas dan dalam kehidupan sehari-hari. Kode etik profesi
sebetulnya tidak merupakan hal yang baru. Sudah lama diusahakan untuk mengatur
tingkah laku moral suatu kelompok khusus dalam masyarakat melalui
ketentuanketentuan tertulis yang diharapkan akan dipegang teguh oleh seluruh
kelompok itu. Salah satu contoh tertua adalah SUMPAH HIPOKRATES, yang dipandang
sebagai kode etik pertama untuk profesi dokter. Hipokrates adalah doktren
Yunani kuno yang digelari BAPAK ILMU KEDOKTERAN. Beliau hidup dalam abad ke-5
SM. Menurut ahli-ahli sejarah belum tentu sumpah ini merupakan buah pena
Hipokrates sendiri, tetapi setidaknya berasal dari kalangan muridmuridnya dan
meneruskan semangat profesional yang diwariskan oleh dokter Yunani ini.
Walaupun mempunyai riwayat eksistensi yang sudah-sudah panjang, namun belum
pernah dalam sejarah kode etik menjadi fenomena yang begitu banyak dipraktekkan
dan tersebar begitu luas seperti sekarang ini. Jika sungguh benar zaman kita di
warnai suasana etis yang khusus, salah satu buktinya adalah peranan dan dampak
kode-kode etik ini.
Profesi adalah suatu MORAL COMMUNITY
(MASYARAKAT MORAL) yang memiliki cita-cita dan nilai-nilai bersama. Kode etik
profesi dapat menjadi penyeimbang segi segi negative dari suatu profesi,
sehingga kode etik ibarat kompas yang menunjukkan arah moral bagi suatu profesi
dan sekaligus juga menjamin mutu moral profesi itu dimata masyarakat. Kode etik
bisa dilihat sebagai produk dari etika terapan, seban dihasilkan berkat
penerapan pemikiran etis atas suatu wilayah tertentu, yaitu profesi. Tetapi
setelah kode etik ada, pemikiran etis tidak berhenti. Kode etik tidak
menggantikan pemikiran etis, tapi sebaliknya selalu didampingi refleksi etis.
Supaya kode etik dapat berfungsi dengan semestinya, salah satu syarat mutlak
adalah bahwa kode etik itu dibuat oleh profesi sendiri. Kode etik tidak akan
efektif kalau di drop begitu saja dari atas yaitu instansi pemerintah atau
instansi-instansi lain; karena tidak akan dijiwai oleh cita-cita dan
nilai-nilai yang hidup dalam kalangan profesi itu sendiri. Instansi dari luar
bisa menganjurkan membuat kode etik dan barang kali dapat juga membantu dalam
merumuskan, tetapi pembuatan kode etik itu sendiri harus dilakukan oleh profesi
yang bersangkutan. Supaya dapat berfungsi dengan baik, kode etik itu sendiri
harus menjadi hasil SELF REGULATION (pengaturan diri) dari profesi.
Dengan membuat kode etik, profesi
sendiri akan menetapkan hitam atas putih niatnya untuk mewujudkan nilai-nilai
moral yang dianggapnya hakiki. Hal ini tidak akan pernah bisa dipaksakan dari
luar. Hanya kode etik yang berisikan nilai-nilai dan citacita yang diterima
oleh profesi itu sendiri yang bis mendarah daging dengannya dan menjadi tumpuan
harapan untuk dilaksanakan untuk dilaksanakan juga dengan tekun dan konsekuen.
Syarat lain yang harus dipenuhi agar kode etik dapat berhasil dengan baik
adalah bahwa pelaksanaannya di awasi terus menerus.
Pada umumnya kode etik akan mengandung
sanksi-sanksi yang dikenakan pada pelanggar kode etik. Sanksi pelanggaran kode
etik:
a. Sanksi
moral
b. Sanksi dikeluarkan dari organisasi
Kasus-kasus pelanggaran kode etik akan
ditindak dan dinilai oleh suatu dewan kehormatan atau komisi yang dibentuk
khusus untuk itu. Karena tujuannya adalah mencegah terjadinya perilaku yang
tidak etis, seringkali kode etik juga berisikan ketentuan-ketentuan
profesional, seperti kewajiban melapor jika ketahuan teman sejawat melanggar
kode etik. Ketentuan itu merupakan akibat logis dari self regulation yang
terwujud dalam kode etik; seperti kode itu berasal dari niat profesi mengatur
dirinya sendiri, demikian juga diharapkan kesediaan profesi untuk menjalankan
kontrol terhadap pelanggar. Namun demikian, dalam praktek seharihari control
ini tidak berjalan dengan mulus karena rasa solidaritas tertanam kuat dalam
anggotaanggota profesi, seorang profesional mudah merasa segan melaporkan teman
sejawat yang melakukan pelanggaran. Tetapi dengan perilaku semacam itu
solidaritas antar kolega ditempatkan di atas kode etik profesi dan dengan
demikian maka kode etik profesi itu tidak tercapai, karena tujuan yang
sebenarnya adalah menempatkan etika profesi di atas pertimbangan-pertimbangan
lain.
Lebih lanjut masing-masing pelaksana
profesi harus memahami betul tujuan kode etik profesi baru kemudian dapat
melaksanakannya. Kode Etik Profesi merupakan bagian dari etika profesi. Kode
etik profesi merupakan lanjutan dari norma-norma yang lebih umum yang telah
dibahas dan dirumuskan dalam etika profesi. Kode etik ini lebih memperjelas,
mempertegas dan merinci norma-norma ke bentuk yang lebih sempurna walaupun
sebenarnya norma-norma tersebut sudah tersirat dalam etika profesi. Dengan
demikian kode etik profesi adalah sistem norma atau aturan yang ditulis secara
jelas dan tegas serta terperinci tentang apa yang baik dan tidak baik, apa yang
benar dan apa yang salah dan perbuatan apa yang dilakukan dan tidak boleh
dilakukan oleh seorang profesional. Tujuan kode etik yaitu:
1. Untuk menjunjung tinggi martabat profesi.
2. Untuk menjaga dan memelihara kesejahteraan para
anggota.
3. Untuk meningkatkan pengabdian para anggota
profesi.
4. Untuk meningkatkan mutu profesi.
5. Untuk meningkatkan mutu organisasi profesi.
6. Meningkatkan layanan di atas keuntungan pribadi.
7. Mempunyai organisasi profesional yang kuat dan
terjalin erat.
8. Menentukan baku standarnya sendiri.
Adapun fungsi dari kode etik profesi adalah:
1. Memberikan pedoman bagi setiap anggota profesi
tentang prinsip profesionalitas yang digariskan.
2. Sebagai sarana kontrol sosial bagi masyarakat
atas profesi yang bersangkutan.
3. Mencegah campur tangan pihak di luar organisasi
profesi tentang hubungan etika dalam keanggotaan profesi. Etika profesi
sangatlah dibutuhkan dlam berbagai bidang. Kode etik yang ada dalam masyarakat
Indonesia cukup banyak dan bervariasi. Umumnya pemilik kode etik adalah
organisasi kemasyarakatan yang bersifat nasional, misalnya Ikatan Penerbit
Indonesia (IKAPI), kode etik Ikatan Penasehat HUKUM Indonesia, Kode Etik Jurnalistik
Indonesia, Kode Etik Advokasi Indonesia dan lain-lain. Ada sekitar tiga puluh
organisasi kemasyarakatan yang telah memiliki kode etik. Suatu gejala agak baru
adalah bahwa sekarang ini perusahaan-perusahan swasta cenderung membuat kode
etik sendiri. Rasanya dengan itu mereka ingin memamerkan mutu etisnya dan
sekaligus meningkatkan kredibilitasnya dan karena itu pada prinsipnya patut
dinilai positif.
B. Profesi
Insinyur
Program profesi insinyur
merupakan salah satu dari tujuh bidang keprofesian yang ditetapkan dalam
Keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia nomor
036/U/1993, Undang-Undang No.12 tahun 2012 tentang Dikti, Perpres No.8 tahun
2012 tentang KKNI, Undang-Undang nomor 11 tahun 2014 tentang Keinsinyuran serta
Permenristekdikti No.44 tahun 2015 tentang SNDIKTI. Keinsinyuran adalah
kegiatan teknik dengan menggunakan kepakaran dan keahlian berdasarkan
penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi untuk meningkatkan nilai tambah dan
daya guna secara berkelanjutan dengan memperhatikan keselamatan, kesehatan,
kemaslahatan, serta kesejahteraan masyarakat dan kelestarian lingkungan.
Insinyur adalah seseorang yang mempunyai gelar profesi di bidang Keinsinyuran.
Dengan adanya pendidikan profesi insinyur, diharapkan standar kompetensi insinyur
di Indonesia dapat menjawab kebutuhan dan tantangan pembangunan pada bidang
teknologi, industri dan infrastruktur di Indonesia. Selain itu karena Persatuan
Insinyur Indonesia (PII) juga telah menjadi anggota organisasi keinsinyuran
tingkat dunia seperti World Federation of Engineering Organizations (WFEO) dan
ASEAN Federation of Engineering Organizations (AFEO), diharapkan standar
kompetensi insinyur di Indonesia dapat menjawab kebutuhan dan tantangan global
serta melahirkan insinyur yang memiliki kompetensi dan dapat bersaing dengan
insinyur dari negara lain di dunia. Dalam ketentuan itu, para calon peserta
program yang merupakan lulusan pendidikan S1 bidang Teknik. Pelaku dalam
bidang-bidang keprofesian tersebut memerlukan pendidikan tambahan setelah
menyelesaikan pendidikan kesarjanaan. Pendidikan Profesi Insinyur merupakan
kelanjutan dari pendidikan strata-1 (S1) yang telah berjalan selama ini, dimana
lulusannya memiliki kemampuan akademik, yakni berpikir kritikal (analitik dan
sintetik) dan kemampuan perancangan kreatif. Tujuan Penyelenggaraan Program Profesi Insinyur bertujuan untuk
menghasilkan insinyur sebagai berikut:
·
Menguasai kode etik dan
tatalaku insinyur;
·
Menguasai keterampilan
teknis keinsinyuran termasuk layanan konsultasi, pembuatan pra-rancangan,
proses perijinan, pengembangan rancangan serta penyelesaian berbagai dokumen
teknis dan tender;
·
Menguasai kode kesesuaian (code of
compliances) baik itu menyangkut pelayanan terhadap klien, kesesuaian terhadap
peraturan, dan masalah keteknikan seperti misalnya yang terkait dengan
konstruksi bangunan, mekanikal dan elektrikal.
Daftar Pustaka
Tidak ada komentar:
Posting Komentar